Alhamdulillaah, kue pesanan salah seorang pelanggan setiaku sudah selesai. Pie susu dan pie brownies sudah terbungkus rapi dalam kresek merah. Aku bergegas mengambil handphone dan siap mengabari teh Rini.
"Teh, الحمدلله.. pienya sudah siap. Mau diantar sekarangkah?" Tulisku via whatsapp.
"Ya, teh.. anter aja. Ada teh Wuri di rumah, aku masih di pasar hehe.. makasih ya teh." Tulisnya.
"Oke, teh.. meluncur. Makasih juga teh..." Balasku kemudian.
Aku segera bangkit, meraih jaket hoody dan bergoku. Si Manis mengeong, dia memang selalu hafal dengan kebiasaanku ketika hendak keluar rumah, selalu mengenakan hoody dan bergo. Dia ikut bangkit lalu membuntutiku.
"Deket kok, ga usah ikutlah..." Kataku. Dia mengeong tanda dia akan tetap mengintiliku. Aku biarkan dia ikut ke rumah teh Rini.
Setelah serah terima kue dan uang pembayaran. Aku pamit. Aku melenggang dengan tersenyum. Bersyukur Alhamdulillaah, Alloh bantu mudahkan pesanan 100 kue pie tanpa hambatan berarti. Tenang rasanya kalau pesanan kue sudah diambil atau diantar. Walaupun tugas belum selesai. Cucian perabot dan perkakas yang berantakan menunggu untuk dibereskan.
Ketika sampai di pelataran rumah, aku melihat seorang ibu mengetuk pintu dan mencoba melongok lewat jendela. Agak kikuk ketika dia menyadari aku sudah ada di teras. Tapi, aku belum pernah melihat ibu ini sebelumnya.
"Teh Dian, ya?" Tanyanya sejurus kemudian sambil tersenyum.
"Iya, bu.. ada apa, ya?" Jawabku. Aku mengusap kepala seorang anak kecil yang bersama ibu itu sambil tersenyum.
"Tadi saya ke rumah ibu, mau pesan kue. Katanya, disuruh ke teteh, rumahnya yang cat hijau muda, hehe..." Katanya. Di jalan Lili, memang hanya rumah ini yang bercat hijau muda. Jadi, mudah ditemui.
"Oh, iya bu. Mau pesan kue apa?" Tanyaku singkat.
"Putu mayang, teh..." Jawabnya. Membuat aku terperangah dan tertawa kecil. Putu mayang? Aku belum pernah membuat kue putu mayang.
"Duduk dulu, bu..." Aku menawarkan ibu ini duduk di bangku teras.
"Oiya, saya bu Tuti, teh.. temennya ibu. Rumah saya di perum Mutiara sebrang jalan Lili..." Katanya sembari merapikan gamisnya agar tidak terinjak kaki ketika duduk.
"Saya tadi ke rumah ibu, mau pesan nasi kotak buat minggu depan, sekalian mau pesen kue juga buat hari kamis. Kata ibunya teteh, kalau kue.. anak saya yang buat..." Sambungnya.
"Tapi, jujur bu Tuti.. saya belum pernah bikin kue putu mayang. Itu salah satu kue favorit saya kalau Romadhon, cuma saya belum brani buatny...hehe." Sahutku jujur.
"Yaaah, gampang kok teh, pasti bisa..." Ujarnya. Kami tertawa kecil. Dalam hatiku membatin, kelihatannya sih mudah.
"Buat hari apa, bu?" Tanyaku.
"Kamis, teh.. bisa ya, teh. Temen saya, di komplek perumahannya mau ada pengajian, dia pengennya kue putu mayang. Sekarang kan susah dapetin kue itu..." Jelasnya setengah memaksa.
Memang, kue putu mayang kalau tidak di bulan romadhon, akan sulit mendapatkannya. Romadhon tahun ini saja, aku tidak bisa menemukan kue ini di lapak kue sore di perum Mutiara.
"Hmm.. kalau saya latihan dulu gimana?" Kataku. Dan, kami terkekeh bersama.
"Kalau enak, ya lanjut. Besok, saya tes buat, nanti ibu ke sini cobain, hehe.. gimana?" Lanjutku. Dia mengangguk sambil mengacungkan jempol.
"Pasti enak teh.. teteh yang buat kue pie susu kan, ya.. yang dijual bu Wina di perum Mutiara pagi-pagi? Saya suka beli itu pie susunya, enaaaak.. jadi, saya yakin pasti enak juga putu mayangnya... Hahahaha.." Katanya. Lagi-lagi kami terkekeh. Padahal, sudah lama aku tak membuatkan pie susu untuk nene Wina setelah drama beberapa minggu lalu.
***
Selasa siang ini, aku sudah berniat akan belajar membuat kue putu mayang. Semalam, aku sudah mencari-cari resep dan membanding-bandingkannya. Aku teliti setiap resep, sekiranya yang hasilnya akan enak, hehehe. Entahlah, seringnya membaca resep dan membandingkan antarresep. Aku jadi sedikit mahir mengira-ngira resep mana yang hasilnya bakalan sukses. Kalau aku tidak yakin dengan satu resep, maka aku akan mencari lagi. Aku suka dengan resep yang menyertakan jumlah hasilnya seberapa banyak. Sehingga aku bisa mengira-ngira takaran resep yang harus aku buat untuk menghasilkan kue dengan jumlah yang mendekati.
Bahan-bahan sudah aku siapkan, kecuali daun pisang. Di tukang sayur kebetulan kosong dan bapak hari ini sibuk. Lagipula, aku baru mau belajar dengan sedikit resep. Jadi, aaah... gampanglah, nanti aku cari akal mau menggunakan apa untuk alas mencetaknya.
Ternyata bahan-bahannya sangat mudah, aku memilih resep dengan takaran sebagai berikut: 250 gram tepung beras dicampur dengan 50 gram tepung sagu/tapioka. Kemudian ditambah dengan 300 mili santan dengan kekentalan sedang, sedikit garam dan vanili. Karena aku malas memetik daun pandan di rumah ibu, maka bahan yang satu ini aku skip.
Setelah tercampur rata, aku takar di gelas ukur. Ternyata jumlahnya menjadi sekitar 1.800 mili, banyak juga. Karena biasanya kue putu mayang terdiri dari tiga warna, putih, merah dan hijau. Maka, aku bagi adonan menjadi tiga. Aku tuang ke panci sekitar 600 mili adonan, kemudian aku rebus dengan api sedang sambil terus aku aduk hingga agak mengental. Karena aku takut hasilnya keras, maka tingkat kekentalannya sedang saja, tidak sampai kental yang menggumpal. Pikirku, nanti aku tidak akan kesulitan mencetak dengan piping bagnya. Aku melakukan rebusan ini hingga tiga kali. Rebusan kedua aku beri pewarna makanan pink rose. Rebusan ketiga aku beri pewarna makanan hijau muda.
Selesai sudah proses mengentalkan adonan dan masing-masing warna sudah aku masukkan ke dalam piping bag. Kulihat hpku menyala, karena mode silent jadi aku tidak memperhatikan kalau sudah ada beberapa notif wa yang masuk.
"Teh, gimana putu mayangnya?" Salah satu wa dari ibu Tuti.
"Hehe.. nih lagi proses buat, bu.. mudah2an berhasil, yaa... " Jawabku. Tak lupa menyertakan emoji smile.
"Oke, teh.. semoga sukses ya hehe. Ditunggu..."
Aku kebingungan mengukus putu mayang dengan apa selain dengan daun pisang. Ubek-ubek rak piring, tiba-tiba aku mendapatkan ide. Aku melihat tumpukan cetakan kue pie, hahaha. Aku rasa, aku bisa memanfaatkannya. Tanpa pikir panjang, aku langsung memanaskan kukusan dan mulai mencetak. Aku dorong dengan penuh kekuatan, setiap warna adonan. Aku bentuk seperti tumpukan mi. Pegal juga ternyata, huft. Untungnya, aku mengikuti instingku dengan tidak merebus adonan sampai kental sekali. Melihat adonan yang siap kukus, aku tersenyum sendiri. Cantik juga, batinku.
Selesai sudah proses mengukus. Setelah aku hitung, satu resep tadi menghasilkan sekitar 30 buah putu mayang dengan ukuran tidak terlalu tinggi. Mungkin kalau dijual, bisa 5.000/4 biji plus kuah gula jawa.
Sambil menunggu kukusan terakhir, aku membuat kuahnya. Mudah saja, aku rebus 2 buah gula jawa ukuran sedang dengan beberapa sendok gula pasir bersama sekitar 300 mili santan. Dalam resep ada yang menambahkan sesendok tepung beras atau maizena. Aku pilih tepung beras. Tak lupa, aku masukkan sejumput vanili dan garam. Wow, aku takjub dengan rasanya. Nikmat sekali.
Alhamdulillaah, aku dan mama suka dengan rasanya. Aku mengabarkan bu Tuti supaya beliau datang dan mencicipinya.
"Teh, nanti teman saya yg dtg k rumah teh Dian, buat nyobain kuenya.. soalnya dia yg mau mesen..." Tulis wa bu Tuti.
Deg, seketika aku merasa khawatir dan panik. Takut, kalau-kalau tetangganya itu tidak suka dengan putu mayangku. Aku menanti dengan cemas, satu jam, dua jam. Duh, lama nian tak sampai-sampai. Aku cemas.
Sesekali aku melongok dari jendela. Katanya, beliau sudah mau sampai ke titik lokasi yang aku share via wa. Aku mengernyitkan alis ketika di luar terlihat seorang ibu muda berpenampilan rapi dan necis dengan jilbab terikat di leher. Ia turun dari sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan. Aku makin cemas. Aku melihat dia bertanya pada salah satu tetanggaku yang berada di luar rumah.
"Bu, permisiii.. rumahnya mba Dian sebelah mana, ya.. yang suka bikin kue..." Tanyanya ramah. Waduh, betul itu si ibu yang mau nyicip kue putu mayangku. Duh, bagaimana ini. Aku gelisah bolak balik pintu ke ruang tengah, lalu ke pintu lagi. Pikiranku langsung tak karuan. Aku membayangkan, dia seorang perempuan yang sombong dan kalau nanti dia mencicipi kue putu mayangku, dia tidak suka dan dia akan menghina kueku dan aaaah... Pikiranku sangat jelek.
"Assalaamu'alaykuuum..." Duh, suara itu. Suara salam di depan pelataran rumah. Si ibu itu.
Aku gugup, segera meluncur ke arah kaca, membenarkan mimik wajahku supaya tak terlihat tegang. Dengan sigap aku menuju dapur, aku tata beberapa putu mayang di sebuah piring. Kuah gula yang niatnya mau langsung aku guyurkan ke putu, aku urungkan.
"Assalaamu'alaykuuum..." Suara salam itu terdengar lagi.
Aku segera menuang kuah gula ke dalam mangkuk kecil dan... addduuh.. tumpah. Belepotan. Ya Allooh, tenang Diantha, tenang. Jangan panik. Segera aku bawa sepiring putu mayang dan mangkuk berisi kuah gula ke ruang tengah. Aku siapkan piring kecil beserta sendoknya untuk mencicipi putu mayang. Aku rapihkan bergo dan hoodyku sebelum membuka pintu. Tak lupa, aku gerak-gerakkan bibir supaya tak kaku, hehe. Bismillah.
"Assalaamu'alaykuuum, mbaa..." Terdengar lagi suara salam yang ketiga kalinya. Kali ini agak keras. Aku segera membuka pintu dan mengatur senyumku.
"Wa'alaykumussalaam warohmatullooh..." Jawabku sambil tersenyum. Jantungku masih dag dig dug.
"Mba Dian, ya?" Sapanya manis. Duh, ternyata ibu ini cantik. Hidungnya agak mancung. Bajunya sederhana tapi sangat bagus. Tasnya, juga bagus. Mobilnya? Sekilas seperti honda jazz, pikirku. Dan warna putih mengkilatnya membuatku minder.
Dia menenteng sebuah bungkusan berisi beberapa kotak donat dengan merk terkenal. Tak satu, tapi lima kotak. Dan, aku makin minder.
Kami bersalaman dan tersenyum. Dia sangat ramah terlihat dari caranya bersalaman dengan badan agak sedikit membungkuk. Kupersilahkan dia duduk di bangku teras. Aku membantunya menaruh tentengan yang ia bawa ke atas meja teras.
"Hehe, tadi mampir dulu beli donat buat guru ngajinya, mba..." Katanya. Owalah, guru ngajinya dapat donat merk terkenal. Di sini, sudah paling bagus dibingkisin gula pasir, teh, kopi, aneka kue yang tidak mahal dan amplop berisi uang, hehe. Aku menyahutnya dengan senyuman.
"Saya, temennya mb Tuti, mba..." Katanya. Sambil merapikan tasnya di bangku. Lalu dia mengambil handphone.
"Oiya, mba..salam kenal." Aku tidak berkata banyak. Masih gugup. Membayangkan putu mayangku yang akan dicicipinya nanti.
"Saya dari kantor inih, mba..langsung ke sini. Tadinya suami saya yang mau ke sini. Tapi, dia habis kecelakaan motor. Jadi, beberapa hari ini ga ngantor dulu... Ga parah sih, cuma keseleo aja, hehe..." Jelasnya. Lambat laun hatiku merasa tenang. Mendengar ibu ini bicara, aku tahu dia orang yang baik dan ramah. Dan, sepertinya tidak sombong seperti orang kaya kebanyakan, hehe. Aku saja yang terlalu parno.
"Mudah-mudahan suaminya lekas pulih, ya mba..." Sahutku sambil tersenyum. Lalu, kami mengaamiinkan bersamaan.
"Mba Dian, katanya bisa bikin macem-macem kue, ya?" Tanyanya kemudian.
"Hanya beberapa ja kok, mba.. ga banyak.." Jawabku.
"Kue apa ja mb?"
"Hmm.. di sini yang dikenal sih pie susunya, mba..."
"Oooh, bisa bikin pie susu juga, ya?" Sahutnya dengan wajah agak kaget.
"Hehe, iya mba.. pie susu, pie buah, pie brownies, hmm.. aneka risoles, dadar gulung, onde, donat, pizza.. kue lumpur, hmm.. palagi ya, hehe... " Kataku sambil tertawa kecil. Dia ikut tertawa.
"Ooh, tau gitu saya mesen donat di mba ja ya, hehe.." Katanya kemudian. Terlihat wajahnya agak tak enak karena dia membawa donat merk terkenal ke sini.
"Ya bedalah mba.. hehe.." Sahutku merendah.
"Aku boleh liat, mba kue-kuenya?" Pintanya ramah.
"Poto ja ga papa, mba? Kebetulan hari ini ga ada yang ready." Jawabku.
"Oiya, boleh kalau ada poto-potonya. Nanti, boleh juga kirimkan ke wa-ku, ya mb..."
Aku lalu mengambil handphone dan memperlihatkan album poto-poto kueku di gallery.
"Waah, lucu donatnya. Ini mini, ya. Duh ada talam abon juga. Risolesnya kayaknya enak..." Dia tampak asyik menggeser-geserkan jarinya di atas layar hpku. Aku tersenyum saja.
"Oiya, saya ambilkan putu mayangnya dulu, ya mb..."
"Oiya, sampe lupa hehe..."
Dia tampak memerhatikan kue putu mayang yang ada di piring. Setelah meminta ijin, dia lalu mengambil dua biji putu mayang dan memindahkan ke piring kecil. Tak lupa, dituangnya kuah gula beberapa sendok. Sambil matanya dikedip-kedipkan ke atap teras rumah seperti sedang menebak-nebak rasanya. Lalu, manggut-manggut.
"Enak, mba..." Katanya. Haaah, dia yang makan, aku yang degdegdegan. Tapi, saat dia bilang enak, aku merasa lega. Nafasku kembali teratur, hehe.
"Lagi, ya mb...hehe." Aku setengah mendelik. Berarti beneran enak putu mayangku. Aku tersenyum tanda senang hati.
"Mau, ya mba buat hari kamis. Berapa harganya, mba?"
"Hmm.. samain ja mba dengan yang suka aku beli. Lima ribu sepak isi 3 plus kuah gulanya. Tapi, nanti ukurannya aku gedein mba. Ini tadi uji coba ja..." Kataku. Dia manggut-manggut lagi.
"Hmm.. kalau ambil banyak boleh kurang ga? Kayaknya aku butuh 30 pak. Eh, bentar.. berapa pak ya..." Dia lalu membuka handphonenya. Mungkin memeriksa note atau whatsapp.
"Hmm.. berapa, ya. Yaudah ga papa empat ribu ja kalau ambil banyak." Sahutku.
"Beneran, mba? Alhamdulillaah.. sebentar mba. Aku tanya orang rumah dulu, ya.. soalnya ini yang kepengen putu mayang, suamiku loh, mba.." Welleh, ternyata suaminya yang ngidam putu mayang.
Setelah berdiskusi sekitar 3 jam. Akhirnya dia menentukan pilihannya. 40 pak kue putu mayang dan 50pcs dadar gulung tapi kulitnya warna pink dengan rasa strawberry. Tadinya dia kepincut risolesku, tapi sudah ada tetangganya yang mau membawa risoles. Dia memberi uang muka sebesar seratus ribu rupiah. Sesuai perjanjian, dia ingin kue putunya tidak perlu dipacking dalam mika. Katanya, nanti akan dimakan di tempat. Aku setuju saja. Pesanan kue akan diambil kamis sore sekitar pukul 5. Sebelum pamit, dia meminta putu mayang untuk suaminya. Tadinya, dia ingin membayar, tapi aku menolaknya.
"Eh, mba.. lupa kenalan, mbanya namanya siapa to'?" Tanyaku tiba-tiba saat dia hendak masuk mobil.
"Oya ampun, lupa. Laras, mba..." Katanya sambil tertawa.
Setelah mba Laras pamit, aku lega karena semua berjalan dengan lancar. Mudah-mudahan besok tidak ada kendala berarti. Aamiin.
***
Saat menulis cerita ini, ada wa masuk. Ternyata dari mba Laras, mau pesan kue. Dia mau yang aneh-aneh katanya. Hahahaha.. (Berlanjut ke part II) 🥰
*Mba Laras adalah nama pena untuk seorang palanggan HoneyYummy yang tinggal di salah satu perumahan di Citayam.
*Dulu, HoneyYummy masih bernama HoneyNut, dan nomor kontak yg tertera di gbr kini sudah tidak aktif lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar